Thursday, April 23, 2015
Thursday, April 16, 2015
Singapore Trip Part II (Episode 2)
Supaya nyambung, mending baca yang Episode 1 nya dulu Singapore Trip Part 2 (Episode 1)
Nah kalo yang itu udah hatam, baru deh baca yang ini.
Day-2 : Berkesempatan Mengunjungi Salah Satu Jembatan Pejalan Kaki Terindah Didunia
Jumat, 30 Januari 2013. Setelah melakukan aktivitas yang panjang dan menyenangkan seharian kemarin, mulai dari touchdown di Changi Airport, menuju hostel di Chinatown, memulai perjalanan menuju Santosa Island, menikmati berbagai wahana dari mulai yang biasa saja sampai yg absurd sekalipun, panas-panasan, naik MRT, jalan kaki sampai kaki lecet, bungkus makan ke hostel, mandi di kamar berukuran minim, gani baju, ganti celana, ganti daleman (ban dalem kali ah), selonjoran di kasur, sampai mata pun ikut selonjoran deh akhirnya. Bye yesterday, hari ini dapat dipastikan bahwa kami akan lebih semangat dari hari kemarin, karena inilah cara kami menikmati hidup..! this is my Rule Meeen....-Welcome to My Life- (langsung nyanyi ala Simple Plan keselek kresek)
Nah kalo yang itu udah hatam, baru deh baca yang ini.
Day-2 : Berkesempatan Mengunjungi Salah Satu Jembatan Pejalan Kaki Terindah Didunia
Jumat, 30 Januari 2013. Setelah melakukan aktivitas yang panjang dan menyenangkan seharian kemarin, mulai dari touchdown di Changi Airport, menuju hostel di Chinatown, memulai perjalanan menuju Santosa Island, menikmati berbagai wahana dari mulai yang biasa saja sampai yg absurd sekalipun, panas-panasan, naik MRT, jalan kaki sampai kaki lecet, bungkus makan ke hostel, mandi di kamar berukuran minim, gani baju, ganti celana, ganti daleman (ban dalem kali ah), selonjoran di kasur, sampai mata pun ikut selonjoran deh akhirnya. Bye yesterday, hari ini dapat dipastikan bahwa kami akan lebih semangat dari hari kemarin, karena inilah cara kami menikmati hidup..! this is my Rule Meeen....-Welcome to My Life- (langsung nyanyi ala Simple Plan keselek kresek)
08:00.
Sebenarnya ini terang-terangan memperlihatkan ke-lazy traveller-an kami. Barangkari lupa, kami disini terdiri dari Geng Guee (Saya, Icad, Massa, Dhika, Mba Ian) dan Ridha Cees (Ridha, Nizar, Mba Niar, dan Rapi), sedangkan sisanya (Mike, Teguh, Rizwan, Wulan) lagi sibuk menjadi gembel kece di Malaysia.
Jika biasanya seorang traveller selalu bersemangat bangun pagi karena ada banyak tempat yang ingin dia kunjungi, nah justru berbeda dengan kami yang begitu susah bangun pagi, membuka selimut, bangkit dari tempat tidur, menuju kamar mandi, dan langsung menghampiri sarapan pagi. Inilah kenapa kami disebut Lazy Traveller. Butuh waktu berjam-jam untuk membuat kami sadar total bahwa ini bukan bangun tidur seperti akhir pekan – akhir pekan biasanya, malas bangun karena takut disuruh beres-beres rumah sama mamah, atau malas bangun karena semalaman begadang ngeboyong kerjaan kantor ke rumah, atau malas bangun karena balas dendam tiap hari harus bangun pagi biar ga telat kuliah. Bukan bukan woooyyy,, ini bukan weekend biasa, sadarrrr wooyyy,, ini bakal jadi salah-satu weekend terseru kamu..!!! eh gila beneran dong ini Saya lagi liburan. Dan atas kesadaran diri saya yang paling dalam, Saya pun bangun, buka jendela, melirik pemandangan pagi di sepanjang Pagoda Street yang penuh dengan lampion dan dekorasi serba merah, menikmatinya dengan damai, lalu tidur lagi. Kampret ini belek di mata lengket banget susah kebuka.
Jika biasanya seorang traveller selalu bersemangat bangun pagi karena ada banyak tempat yang ingin dia kunjungi, nah justru berbeda dengan kami yang begitu susah bangun pagi, membuka selimut, bangkit dari tempat tidur, menuju kamar mandi, dan langsung menghampiri sarapan pagi. Inilah kenapa kami disebut Lazy Traveller. Butuh waktu berjam-jam untuk membuat kami sadar total bahwa ini bukan bangun tidur seperti akhir pekan – akhir pekan biasanya, malas bangun karena takut disuruh beres-beres rumah sama mamah, atau malas bangun karena semalaman begadang ngeboyong kerjaan kantor ke rumah, atau malas bangun karena balas dendam tiap hari harus bangun pagi biar ga telat kuliah. Bukan bukan woooyyy,, ini bukan weekend biasa, sadarrrr wooyyy,, ini bakal jadi salah-satu weekend terseru kamu..!!! eh gila beneran dong ini Saya lagi liburan. Dan atas kesadaran diri saya yang paling dalam, Saya pun bangun, buka jendela, melirik pemandangan pagi di sepanjang Pagoda Street yang penuh dengan lampion dan dekorasi serba merah, menikmatinya dengan damai, lalu tidur lagi. Kampret ini belek di mata lengket banget susah kebuka.
Di
halaman yang berfungsi sebagai dapur, tersedia satu set kompor gas (gas apa
listrik sih lupa ), ada kulkas, mikrowafe, lemari gantung, dispenser segala isi
(tinggal pencet mau kopi, milo, capuccino, latte, atau Cuma air putih) rak
piring, wastafel yang diletakkan berdekatan dan sejajar dengan pintu. Sekitar 1
meter di seberangnya ada sebuah meja persegi tanpa taplak, diatasnya penuh
dengan hidangan pagi seperti roti lengkap dengan pemanggangnya, sereal, selai,
gula, susu, margarin, garpu, pisau, gunting, obeng, baud, paku, palu, kunci
inggris, amplas (sekalian aja buka bengkel reparasi otak).
Satu
persatu dari kami mulai duduk di bangku kosong (itu judul pelm hantu woooy) dan
mulai menyantap segala macem yang tersedia di meja, termasuk perkakas-perkakas
bengkel tadi. Ada sekitar 5 set meja dan kursi kayu disana.
Satu
lagi, wc nya. Wc berdimensi sekitar 1x1x1 m (kandang marmut kali ah) menjadi
tujuan kami selanjutnya setelah sarapan. Ya, buang hajat, buang tisyu, buang
sabun, buang aer, dan buang-buang waktu pastinya.
10:30.
Kali ini tujuan jalan-jalan kami adalah Henderson Waves Bridge. Apakah itu
Henderson Waves Bridge?? (yaelah dari judulnya aja udah ketauan kalo itu tuh
jembatan). Kita lihat nanti deh, pokoknya dari hostel ini, kami menuju ke
stasiun MRT yang ada di Chinatown menuju arah Telok Blangah.
11:00.
Berhenti di stasiun Telok Blangah, selanjutnya kami berjalan kaki sekitar 1 km
menuju halte bis, ada bis cantik yang akan membawa kami ke Henderson
Waves. Nah di bis ini, kamu tidak perlu repot-repot mengeluarkan koin SGD kamu,
cukup menempelkan EZ Card kamu saja (ada saldonya tapi yesss, sekali lagi –ADA
SALDONYA-).
Hanya
dalam waktu 10 menit saja, kita sudah dapat turun dari bis. Jangan lupa
tempelkan kembali EZ Card kamu ke alat sensor di pinggir pintu keluar, soalnya
kalo engga, kamu dianggap tidak membayar, dan kamu akan dikenakan denda yang
langsung dipotong dari saldo EZ Card kamu. Entah berapa dendanya, tapi yang
pasti malu-maluin deh, soalnya di EZ Card kamu nantinya akan ada catatan
khusus, nah kalo keseringan itu bisa jadi catatan kriminal lho. Makannya
dikasih tau dari sekarang nih biar ga lupa, biar ga ngelakuin kesalahan yang
sama kaya temen Saya, bukan temen sih sebenernya, tapi Saya sendiri wakakakakkk
(yah namanya juga manusia, tidak luput dari Khilaf dan Bego).
11:10. Henderson Waves Bridge, sebuah jembatan khusus pejalan kaki yang disebut-sebut
merupakan salah satu jembatan terindah di dunia. Menurut sumber yang dilansir
dari http://travelawan.com/blog-travel/henderson-waves-sebuah-jembatan-cantik-di-singapura.html, jembatan
ini memiliki tinggi lebih dari 60 meter di
atas permukaan laut dengan panjang sekitar 274 meter, jembatan ini
menghubungkan Mount Faber Park dengan Telok Blangah Hill Park. Merupakan hasil
desain dari IJP Corporation, London dan RSP Architects Planners and Engineers
(PTE) ltd., Singapura. Diresmikan oleh Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien
Loong dan mulai dibuka untuk umum pada tanggal 10 Mei 2008.
Nah tadi kan kita udah turun dari bis nih, yaudah deh jembatan Henderson tepat berada di atas kita. Di langit?? Bukan lahhhhh,, ya sekitar 40 meteran lah dari permukaan Henderson Road. Lah terus gimana caranya keatas dong? Ya naek tangga lah begoooo.
Dari halte pemberhentian Henderson Road, kamu tinggal menyebrangi jalan, lalu menaiki puluhan anak tangga yang tersedia disana, kemudian kamu akan menemukan 3 percabangan jalan (entah kemana aja skip), pokoknya ambil percabangan ke kiri, lurus dan sedikit menanjak, terus belok ke kiri lagi, maka kamu pun akan melihat tulisan besar yang nemplok di dinding “Henderson Waves”. Ini nih penampakannya:
Benar
memang, bentuk jembatan ini unik juga. Rangka baja yang merupakan bagian
struktur utamanya didesain melengkung beraturan ke arah vertikal membentuk liukan
seperti ombak (apa ular ya?, atau lele..?). Jika gelagar memanjang, melintang, bracing,
dan main structure menggunakan rangka baja sebagai materialnya, maka berbeda
dengan pelat lantai dan art structure-nya yang memilih kayu sebagai material
yang digunakan. Warna dan pola serat kayu yang cenderung artistik menjadi
pilihan tepat dalam mendesain jembatan pedestrian ini. Tidak hanya pelatnya
saja, bahkan sang insinyur (ga mau bilang ini buatan arsitek) membuatkan
undakan sebagai tempat bersantai para pengunjung dengan kayu-kayu cantik yang
meliuk-liuk keatas sampe ke awan sampe ke langit ke-7 (lu pikir ini peristiwa
isra mi’raj).
Malem hari, itu waktu yang paling bagus ngeliat jembatan ini. Ada lampu kuning menyala-nyala membalut seluruh lekukan jembatan. Tadinya kami berniat kesini lagi sih malamnya, cuma nyatanya hanya sekedar fiktif belaka. Ini nih penampakan Henderson Waves di malam hari yang Saya comot dari google.
Malem hari, itu waktu yang paling bagus ngeliat jembatan ini. Ada lampu kuning menyala-nyala membalut seluruh lekukan jembatan. Tadinya kami berniat kesini lagi sih malamnya, cuma nyatanya hanya sekedar fiktif belaka. Ini nih penampakan Henderson Waves di malam hari yang Saya comot dari google.
http://www.worldtoptop.com/wp-content/uploads/2011/05/henderson_waves_bridge_2.jpg |
http://nexttriptourism.com/henderson-waves-bridge-suitable-for-roads-in-singapore-1/images-henderson-waves-bridge-suitable-for-roads-in-singapore/ |
Aduh
ga akan beres dikupas di bab ini doang deh kalo soal detail dan struktural
jembatannya (Secara kerjaan ane ngitung2 jembatan gan, ngitung berapa banyak
maksudnya..). Skip deh,, intinya kami pun puas jalan-jalan, lari, jungkir
jumpalik meng-eksplore jembatan ini. Saking enjoynya banget banget, sampe setengah
sadar kalo ini tuh jumat lho (sekali lagi – JUMAT- Jumataaaan Wooooyyyyy).
#buruburunyarimesjid #langsungsolattobatdimall
13:00.
Laper meeen. Akhirnya kami memutuskan untuk menjajaki kuliner Singapura di Vivo
Mall. Kamu tau makanan apa yang kami pesan? Nasi padang. Hahahaha jauh-jauh
kesini ketemunya Rendang Saiyo juga, cuma yang jualnya bukan si Uda atau Uni,
tapi emaknya si Upin Ipin.
14:00.
Tuntas menyalurkan hasrat tak terbendung, kami pun (oh iya lupa bilang, kami di
Henderson udah beda sama kami disini, karena ternyata Ridha and the gank
memutuskan bercerai dengan Saya dan yang lain), mereka lebih memilih
menghambur-hamburkan uang mereka di Orchard daripada berbaur dengan alam
bersama Saya, Ichad, Massa, Dhika, dan Mba Ian. Jadi yang sekarang kami (ingat! Saya, Ichad,
Massa, Dhika, dan Mba Ian) lakukan adalah pergi meluncur menuju Botanical
Garden. Hanya sekali saja naik MRT ke arah Botanical Garden, kamu sudah akan
tiba di taman hijau (lebih hijau taman safari sih) nan sejuk (sumpah panas
banget) nya Singapura. Tapi bagusnya taman disini tuh emang tertata banget,
bersih banget, dan terawat banget pastinya. Taman disini terbagi kedalam blok-blok
berdasarkan fungsi dan habitatnya, ada blok tanaman dan pepohonan yang
dilindungi, ada blok bunga-bunga warna warni, ada danau luas yang dihuni para
angsa dan ikan-ikan, ada rumput hijau yang banyak disinggahi ratusan merpati, ada
saung-saung dan bangku-bangku yang diperuntukan buat para pengunjung, ada juga
kandang-kandang kosong yang diperuntukan buat kami, lhooo?..
Pose Saya memeluk plang petunjuk arah Botanical Garden memakai sendal capit (setelah kaki lecet karena salah pake sepatu) |
Dua
jam menjadi tidak terasa karena kami disana hanya duduk-duduk di bawah pohon di bibir danau, lalu tidur.
16:00.
Rasanya perjalanan di hari yang cerah untuk jiwa yang tenang ini sekian.
Saatnya kami berpulang dulu ke hostel untuk mandi, rehat, meluruskan kaki,
meluruskan jalan dan bertobat. Okay, berangkatlah kami ke Pagoda Street.
16:30.
Ngebangke. Skip.
19:00.
Saya tiba-tiba tersadar sudah tidak berbusana, Saya kaget dan lalu terperanjat, apa yang telah Saya lakukaaaaaan??.. oh ternyata
Saya sedang mandi (Lega, loncat-loncat, terus gelantungan di tiang shower). Semales-malesnya kami, tapi kami masih punya semangat 45
kok buat berburu belanjaan (yaelaaaaa, giliran belanja aja semangat
banget). Setelah kami bersiap-siap,
berangkatlah kami menuju Orchard, sebuah pusat peradaban super modern-nya Singapore (Ya ga beda jauh sama Pasar Baru
atau Tanah Abang lah yah). Pusatnya Barang-barang branded, maka tak heran bila Orchard
ini menjadi destinasi utama para shopaholic yang berkunjung ke Singapore.
Begitupun
dengan kami, semangat berburu, melihat-lihat, mencari-cari barang-barang mahal
yang kami inginkan, kemudian hanya mampu berfoto saja (itu pun di depan
tokonya). Eh bukan karena kami ga bisa beli lho, tapi kalo namanya backpacker
sejati sihh haram beli yang begituan (ngelessss mulu sih bisanya). Kami kesini
sebenarnya sih Cuma punya 1 tujuan mulia, yaitu mencicipi es krim 1 dolar,
meskipun sihh sebenarnya di Bandung juga udah banyak, Orchard Ice Cream
namanya. Ahhh peduli amat, pokoknya dulu pas dua tahun lalu kesini nyicipin es
krim itu enak bangeett, trus mau mengenang lagi kenikmatan es krim itu lagi.
Udah itu doang. Titik.
Oh
iya, di sela-sela pencarian es krim ternikmat sedunia, kami pun sempat mampir
ke sebuah toko sepatu laris manis murah meriah di Orchrad, katanya sih sepatu
ini lagi booming banget di dunia per-instagraman Indonesia. Yaudah deh biar
kekinian kaya kaula muda sosmed, Saya pun memilih dua pasang sporty flatshoes
warna biru dan merah. Dua sepatu yang Saya beli dibandroli SGD$30, sedangkan
untuk flatshoes atau teplek biasa itu kamu bisa dapet 3 pasang dengan hanya SGD$30. Hayo tebak apa merk sepatu nya??.
Cukup
melelahkan sih sebenarnya, berjalan-jalan hampir 3 jam Cuma buat nyocol eksrim
doang. Haha, sebenarnya yang bikin lama adalah di bagian pas milih-milih sepatu
tadi, lamaa banget. Tapi itulah sih wanita, se-kumisan apapun, dia tetaplah
wanita, punya naluri memilih dan menimbang yang tinggi.
22:00.
Back to hostel, dan ngisi perut di Mcd Chinatown dulu, rencananya. Dan rencana
itu terlaksana oleh semua teman-teman, kecuali Saya, ada something stupid yang
Saya lakukan disela-sela saat mereka sedang memesan burger di Mcd. Hingga
akibatnya, akan muncullah sub judul baru dari cerita bersambung ini, “ LOST IN
CHINATOWN”. Nah bagian memalukan itu akan Saya ceritakan di judul yang berbeda.
On progress ya.
Begini
saja, karena Saya tak ada di tempat yang semestinya bersama mereka, jadi anggap
saja jam 23.00 kami sudah ada di kasur masing-masing untuk bermimpi indah, kali
ini bukan dengan Albert, tapi dengan emm... dengan... sebut saja Solehudin
(aduh lupa namanya), penghuni baru kamar kami yang menempati tempat tidur
Albert, ternyata dia masih sebangsa dengan Albert, kebetulan sekali, kemampuan
berbaha Inggrisnya juga sama seperti Albert, mungkin mereka kembar.
Ananuranita
Photo by : Dhika, Ichad, Ryan, Massa, Ana
Ananuranita
Photo by : Dhika, Ichad, Ryan, Massa, Ana
Labels:
Asean,
Jalan-Jalan Mancanegara,
Keliling Asean,
Lazy Backpacker,
singapore trip,
Traveling Mancanegara,
traveling singapore
Lokasi: Bandung, Indonesia
Singapore
Monday, April 13, 2015
Rasa yang Kumplit dari Gunung Lawu
Gunung Lawu merupakan salah satu Gunung yang berada di wilayah perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gunung ini memiliki ketinggian sekitar 3265 meter diatas permukaan laut (MDPL) dengan kawah yang masih mengeluarkan uap air dan bau belerang. Ada banyak jalur yang biasa digunakan para pendaki untuk mencapai Puncak Argo Dumilah-nya, salah satunya adalah jalur Cemoro Sewu dengan ketinggian pos awal 1600 MDPL. Jalur ini sudah masuk wilayah Sarangan, Jawa Timur, selisih sekitar 200 meter dengan jalur Cemoro Kandang yang berada di Tawangmangu, Jawa Tengah.
Oh ya, kenapa kami memilih jalur
Cemoro Sewu? Karena jalur ini memiliki jarak tempuh lebih cepat dibanding jalur
lainnya. Waktu singkat di akhir pekan yang kami miliki membuat kami membutuhkan
jarak track yang lebih singkat. Jarak yang lebih singkat tentunya dengan medan
yang lebih berat dan track berbatu yang selalu curam.
Jumat, 29 Agustus 2014 kami
memulai perjalanan kami dari Bandung menggunakan Kereta Api Kahuripan dengan
pemberangkatan pukul 20.05 WIB. Ada sedikit hal epic yang kami lalui disini.
Saya dan beberapa anggota tim terjebak pada antrian yang cukup panjang saat
menukar tiket, alhasil kami nyaris dibuat kaget karena kereta yang akan kami
tumpangi sudah mulai memacu kecepatannya. Kami pun sontak teriak “Tungguuuuu.....!!!!”
dan berlari mengejar kereta sampai-sampai bapak petugasnya memberikan instruksi
“Halo Halo bla bla bla...” kepada masinis melalui alat komuikasinya. Puji Tuhan
kami masih diberi kesempatan, dengan nafas tersengal-sengal kami pun lekas naik
kereta dan mencari kursi kami. Yasssss, dan setelah itu perjalanan menyenangkan
dimulai.
Team Kacrut Pendakian Lawu
Sabtu pagi, pukul 05.34 kami
sudah tiba di Stasiun Purwosari, Solo. Dari sini, kami sudah ditunggu oleh
rekan kami yang akan menemani perjalanan kami ke Gunung Lawu. Adalah AMBEMWATI,
kelompok pecinta alam asal Solo yang beberapa anggotanya adalah Mas Sofyan, Mas
Bison, dan Mas Samto. Sebenarnya ini bukan kali pertama kami bergabung bersama
mereka, sebelumnya saat pendakian Merbabu Mei lalu pun kami ditemani mereka.
Jadilah kami 25 pendaki dari bandung ditambah 3 orang putra Solo. Omprengan
telah datang, kami pun bergegas menumpangi angkutan tersebut menuju Posko
Pendakian Cemoro Sewu.
Sekitar 2 jam perjalanan, kami
sudah sampai di posko pendakian jalur Cemoro Sewu. Siang itu, setelah selesai
mengurus administrasi, masing-masing dari kami sibuk melakukan berbagai macam
persiapan pra-pendakian. Ada yang makan, re-packing, beli perlengkapan
logistik, buang air, olahraga pemanasan, dan foto-foto pastinya.
Gerbang pendakian Gunung Lawu via Cemorosewu
Cerita asal muasal Gunung Lawu ( Baca aja di google)
Breafing sebelum mulai tracking
Hari yang cerah untuk melakukan
pendakian. Matahari sudah berdiri hampir tepat diatas kepala kami, itu berarti
saatnya kami memulai pendakian. Ada 5 pos yang harus kami singgahi. Dari pos
awal ini kami berjalan sekitar 1.5 jam supaya tiba di Pos 1. Oh ya, track yang
kami lalui dari pos awal menuju pos 1 ini berupa jalur berbatu dengan kontur
menanjak ditemani gundukan pohon cemara disana-sini. Itulah kenapa nama jalur
ini Cemoro Sewu. Setelah melewati barisan pohon Cemara, kami menjumpai ilalang
dan ladang yang ditumbuhi sayur-sayuran. Sebelum tiba di Pos 1, kami mendapati
suatu sumber mata air yang sekaligus sebagi sumber mata air terakhir yang akan
kami temui. Orang bilang namanya Sumber Air Wesanan. Sebagian besar dari kami
pun berhenti sejenak untuk menunaikan solat dzuhur dijamak dengan ashar.
track menuju Pos 1 (masih banyak bonusnya)
Kesibukan Saya, Teh Nina, Agita, dan Mas Sopian disela-sela waktu Dzuhur (ga paham lagi)
Sampai di Pos 1, ada pemandangan
unik yang tak pernah saya lihat di gunung manapun sebelumnya, tempe mendoan
hangat. Ini mendoan bukan sembarang mendoan, ini mendoan Cuma ada di Gunung
Lawu, di tengah hutan meeeeeen. Udah ga ngerti lagi apa yang si mbok pikirin
sampe dia jualan tiap hari disini. Saking penasarannya saya sampe
mewawancarainya (liputan video dan cuplikan wawancaranya tar nyusul yah). Dua biji mendoan sebenarnya belum cukup untuk
saya, tapi berhubung mendoannya limited edition (udah berasa ngeburu sepatu
converse buy one get one spesial 17-an aja) jadinya ya sudah, kami mulai memacu
langkah kembali menuju pos 2.
Mendoan paling enak se-alam dunia
Kali ini, track yang ditempuh
dari Pos 1 menuju Pos 2 memiliki waktu dan jarak tempuh super panjang diantara
pos-pos lainnya. Track berbatu yang semakin lama semakin sempit, curam dengan
kemiringan tajam menjadi satu-satunya pilihan yang harus kami tempuh. Sekitar 2.5
jam waktu yang kami habiskan untuk sampai di Pos 2. Tumbuhan di sekitar track
ini lebih didominasi oleh pepohonan jangkis sejenis pakis dengan
ranting-ranting yang gersang, sehingga panas matahari terasa begitu membakar
kulit. Tapi tidak perlu khawatir, disini kita dapat memetik buah-buahan ala Hutan
sesuka hati. Sepanjang track ini banyak sekali dijumpai pohon-pohon dengan
buahnya yang merah merona, namanya Arben dan Murbey. Kombinasi rasa manis dan
asamnya dapat menjadi penyegar dahaga di tenggorokan.
Ini namanya Murbey
Sehabis tanjakan curam, di
sebelah kiri tebing batu raksasa, ada sebuah saung beratap utuh, itulah Pos 2.
Saya lekas melepas gembolan hijau yang sedari tadi menempel di punggung,
menyandarkan diri ke sebuah batu besar, meluruskan kaki, dan mulai menghela
nafas sepanjang-panjangnya. Wahh segar sekali udara disini...
Track menuju Pos 2
Foto duluuuuuu lahhhh
Selang 15 menit, saya dan
teman-teman kembali bangkit dan mulai berjalan. Pos 3, tujuan kami selanjutnya.
Sore itu, ketika kami sudah sampai di pos 3, kami memutuskan untuk membuka
bekal kami. Nasi rames menjadi menu makan sore yang kami beli dari posko
pendakian siang tadi. Pemandangan hijau dari atas gunung, dihiasi gumpalan
kabut putih di sela-sela bukit melengkapi suasana makan kami yang begitu
mengesankan. Saya merasa tidak ingin beranjak dari momen ini, indah sekali
melihat gumpalan kabut itu, ingin rasanya saya melemparkan diri saya kesana
lalu berguling-guling diatasnya. Namun lamunan saya tetiba terusik ketika
seorang teman mengajak kami untuk segera berkemas, karena ternyata udara segar
tadi secara drastis berubah menjadi udara super dingin yang akan semakin terasa
dingin jika kami tidak segera menggerakan badan kami. Sekitar pukul 17.00, lalu
kami pun melanjutkan perjalanan kami menuju pos 4.
Track menuju Pos 3
Menyaksikan indahknya gumpalan kabut di sore hari
Foto lagi laahhhh
Track menanjak dengan konstan,
berbanding terbalik dengan suhu yang menurun secara drastis. Menuju Pos 4 ini,
kami berada pada transisi waktu antara siang dan malam, lembayung merah merona samar-samar
muncul mengantarkan sang penerang jagad pulang ke peraduannya. Ah saya tak
mampu mendeskripsikan secara verbal apa yang saya rasakan pada waktu itu,
campur aduk antara lelah dan kekaguman yang kian megah terhadap apa yang gunung
ini sajikan kepada para tamunya. Tidak lama larut dalam pemandangan indah
gunung ini, kami sadar gelap mulai datang, saya segera memasang headlamp,
mengenakan mantel, kupluk, dan sarung tangan saya. Begitu pun yang lain, di pos
4 ini kami gunakan waktu istirahat kami untuk bersiap-siap melakukan
aktifivitas pendakian malam, aktivitas yang menurut saya memiliki tantangan
tersendiri, karena sebisa mungkin kita
harus tetap mempertahankan kondisi badan kita yang semakin lelah dengan suhu
dingin ekstrim dan pandangan yang terhalang oleh pekatnya gelap.
Menyaksikan lembayung merah merona pertanda malam datang
Jadi ceritaya Saya pun menjadi
salah-satu orang yang akan segera tersingkir gara-gara kondisi cape, berat, dan
dingin yang campur aduk menggaggu kinerja organ tubuh saya. Semakin naik semakin sulit rasanya bagi saya
dan beberapa yang lain untuk mengangkat kaki. Beban gembolan ini rupanya
lumayan mengganggu, untuk mengatur nafas saja saya harus berhenti beberapa
saat, hingga pak ketua kelompok, Guntur namanya, Ia pun turun tangan membantu membawa
carrier saya. Padahal tak lama kemudian,
ternyata Pos 5 sudah ada di depan mata.
Kembali semangat saya naik lagi saat saya dihadapkan pada kilauan
lampu-lampu malam bumi Jawa jauh di bawah sana. Teh Syifa, salah satu dari tim
kami yang pernah ke Gunung ini sebelumnya, dia bilang tempat camp nya sudah
dekat, disana ada area datar dan sedikit lapang yang bisa kami gunakan untuk
membangun tenda. Malah katanya disana ada warung yang menyediakan peyek dan
nasi hangat setiap saat. Waaaw Cuma ada di Gunung ini, warung di setengah jam menuju puncak. Warung Mbok
Yem namanya, terkenal sampe kemana-mana. Lalu tanpa berlama-lama, kami segera
bergegas memacu langkah menuju tempat tersebut.
Sekitar setengah jam kemudian,
kami akhirnya berhasil menyusul 3 orang teman kami (porter mungkin lebih
tepatnya) yang sudah terlebih dahulu sampai. Tibalah kami di suatu area datar
sedikit luas, nampak beberapa tenda berjejer. Sebuah warung dengan ukuran
panjang dikali lebar yang cukup luas berada di sebelah kanan area tenda-tenda
tadi. Bukan bohong ternyata, di tengah hutan diatas gunung seperti ini ternyata
ada warung. Berarti mbok-mbok judes yang sedang mengalaskan nasi ke piring itu
adalah Mbok Yem???
Jawabannya ternyata ya tapi
bukan. Ya, ya itu mbok-mbok. Tapi bukan, itu bukan Mbok Yem yang kami maksud.
Ada lagi Satu Warung tepat Puncak Hargo Dumilah sana, itu baru Mbok Yem yang
asli. Nasi hangat ditemani peyek dan pecel buatan beliau biasanya menjadi
incaran utama para pendaki setelah puncak. Wenak tenaaaaan kalo kata orang
sini.
Ah sudahlah, walau ini bukan
Warung Mbok Yem, tapi kami pikir tak ada salahnya kami membangun tenda disini,
lagipula sudah terlalu dingin, baiknya kami segera beristirahat supaya dini
hari kami bisa summit attack. Selamat tidur. (bersambung)
Ini nih penampakan yang bikin berisik Gunung Lawu
Ananuranita
Photo by: Agita, Mas Imam, Guntur, Ana
Labels:
Gunung Lawu,
Mendaki Gunung,
Petualangan Naik Gunung
Lokasi: Bandung, Indonesia
Mount Lawu, Gondosuli, Tawangmangu, Karanganyar Regency 57792, Indonesia
Subscribe to:
Posts (Atom)